Gedung D 01 Ruang 104
Rabu, 29 Mei 2013
Kuliah Ethnomathematics Prodi Pendidikan Matematika Internasional
Berikut adalah pertemuan terakhir
kami dengan mata kuliah Ethnomathematics. Pada kesempatan terakhir ini,
Profesor Marsigit tidak bisa menghadiri perkuliahan. Kehadiran beliau
digantikan oleh rekaman perkuliahan terakhir Ethnomathematics di prodi
Pendidikan Matematika kelas subsidi angkatan 2010.
Yang pertama adalah strategi
perkuliahan seluruh mata kuliah Profesor Marsigit. Di seluruh mata kuliahnya,
apakah itu kuliah Bahasa Inggris, Ethnomathematics, maupun filsafat, beliau
selalu berusaha menggunakan pendekatan student
center. Namun dalam penggunaannya Profesor Marsigit lebih berusaha untuk
realistis karena dalam kegiatan perkuliahan tidak selamanya dilakukan hanya
oleh mahasiswa tetapi juga pengajarnya, yaitu dosen. Penggunaan student center
selalu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Teori student center ini bersesuaian dengan teori pembelajaran
konstruktivisme.
Profesor Marsigit sendiri
mengembangkan program semacam student center, akan tetapi beliau lebih
mendekatkan pada pengertian ontologis. Komponen dari pengertian ontologis tersebut
adalah “terkait” dan persiapan dalam rangka menyiapkan seseorang. Manusia
selalu terikat dengan hal-hal yang ada di dunia ini. Apa yang dilakukan tiap
orang selalu terkait dengan apa yang dilakukan orang lain. Karena manusia
selalu terkait dengan hal-hal yang lain maka seseorang tidak bisa hidup jika
dia tidak terkait dengan hal-hal dan orang lain. Manusia tidak akan bisa
berpikir dan hidup jika dia terisolasi dari dunia luar. Pendekatan Profesor
Marsigit adalah dengan tatap muka, penugasan, refleksi, dan lain seebagainya. Salah
satu sumber referensi belajar adalah web blog. Dengan web blog ini diharapkan
mahasiswa dapat belajar dimana saja dan kapan saja. Belajar bisa dilakukan
secara kontinu tanpa menunggu hari-hari perkuliahan. Inilah paradigma yang ingin
Profesor Marsigit kembangkan.
Kemandirian subjek didik mahasiswa
dan siswa diawali dengan kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Berpikir berbeda
sangat boleh, bahkan disarankan. Maka sebagai dosen, Profesor Marsigit tidak
pernah menyarankan paradigma bahwa pola pikir dan pengetahuan siswa harus sama
dengan gurunya. Jika siswa memiliki kemampuan dan pengetahuan di atas gurunya maka
guru sebaiknya bersyukur, seperti halnya Profesor Marsigit. Menurut beliau tidak
mudah bagi seseorang yang berada di suatu wilayah dimana kulturnya masih
terlalu tradisional untuk menjadi berbeda, kecuali seseorang itu mengalami
hal-hal yang luar biasa. Seperti yang dialami Profesor Marsigit yang mengalami hal-hal
luar biasa karena beliau sekolah S2 di Inggris. Dengan pengalaman inilah beliau
dapat melihat pendidikan dengan berbagai perspektif. Beliau belajar untuk
memberdayakan dan memfasilitasi siswa dengan baik. Ini adalah salah satu
keuntungan bersekolah di luar negeri dimana negaranya menganut teori pendidikan
student center.
Komentar
Posting Komentar